Menakar Efektivitas Skema Bantuan Terkait Covid-19, Mana yang lebih baik?

0
864
sumber gambar : unsplash.com
sumber gambar : unsplash.com

Covid-19 telah memberikan dampak yang cukup besar bagi perekonomian negara. Banyak masyarakat yang mendadak terkena PHK, banyak pekerja yang mandek ekonominya. Luar biasanya, hal tersebut terjadi pada seluruh daerah di Indonesia.

Dalam rangka menangani berbagai permasalahan terkait dengan Covid-19 ini, pemerintah menetapkan kebijakan yang berfokus pada 3 bidang utama. Pertama, bidang kesehatan masyarakat, kedua jaring pengaman sosial untuk masyarakat lapisan bawah, dan terakhir menjaga kelangsungan dunia usaha yakni UMKM.

Dari tiga fokus tersebut, salah satu fokus utama yang saat ini sedang menjadi sorotan adalah terkait dengan jaring pengaman sosial untuk masyarakat lapisan bawah. Dalam kaitan ini pemerintah memutuskan untuk membagi skema bantuan menjadi dua arah.

Arah yang pertama adalah Bantuan Langsung Tunai dengan menetapkan tiga tujuan utama yakni meningkatkan daya beli masyarakat, berbentuk insentif langsung, untuk seluruh masyarakat tidak mampu. Selanjutnya, skema yang kedua adalah bantuan kartu prakerja yang memiliki karakteristik sebagai berikut meningkatkan kompetensi SDM, berbentuk pelatihan dan insentif, untuk pencari kerja dan pekerja yang terdampak covid-19.

Di Indonesia, yang sering menjadi polemik di sekitar kita adalah seringkali bantuan-bantuan dianggap oleh beberapa pihak tidak tepat sasaran. Jika demikian? Bagaimana dengan skema bantuan di atas?

Pertama, untuk skema stimulus ekonomi dalam bentuk bantuan langsung pintu yang dijadikan pemerintah untuk menyalurkan bantuan langsung tunai tersebut setidaknya terdiri dari 2 (tiga) jalur yakni jalur program keluarga harapan (PKH) dan jalur kartu sembako. Jalur lainya yang juga masih berkaitan dengan PKH adalah subsidi listrik. Untuk kartu sembako jika dikalkulasikan perbulan maka bantuan yang akan diperoleh oleh 20 juta penerima manfaat adalah sekitar 200 ribuan.

Selanjutnya untuk aspek peningkatan SDM hanya satu jalur yakni jalur kartu prakerja dengan total 5,6 juta penerima manfaat per-bulan mereka akan mendapatkan sekitar 650 sampai dengan 1 juta perbulan.
Seluruh bantuan tersebut apapun bentuknya kita yakin pasti akan memberikan efek tertentu bagi masyarakat. Jika kita cermati, bantuan prakerja pada dasarnya ditujukan untuk efek yang sifatnya tidak langsung, artinya ada durasi waktu tertentu untuk benar-benar merasakan efek besar dari program tersebut. Hal ini hampir sama dengan program pendidikan di lembaga-lembaga kursus, secepat apapun kursus yang diberikan pasti ada durasi waktu tertentu untuk menguasai keterampilan tersebut, ada durasi waktu tertentu untuk menyalurkan keterampilan pada kehidupan/dunia kerja yang sesuai.

Sedangkan, untuk stimulus yang sifatnya berupa bantuan langsung tunai secara jelas memiliki efek langsung kepada masyarakat. Namun, di satu sisi juga memiliki kelemahan berupa tidak bisa dilakukan dalam jangka panjang dan tidak memiliki efek yang berkesinambungan.

Nampaknya, program kartu prakerja merupakan konsep yang diasumsikan akan melengkapi kekurangan pada program-program bantuan langsung tunai yang selama ini diberikan oleh pemerintah.

Namun, kemudian muncul pertanyaan? Tepatkah bila pra kerja tersebut dilaksanakan saat moment seperti ini? Dari sisi tujuannya Kartu Prakerja bertujuan untuk mengembangkan kompetensi angkatan kerja, meningkatkan produktivitas dan daya saing angkatan kerja.

Sementara itu menurut Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai bahwa kartu prakerja harusnya diterapkan saat kondisi perekonomian sedang normal. Saat tidak ada wabah dan badai ekonomi, masih menurutnya Indonesia memang butuh SDM yang unggul dan memiliki skill yang baik. Dan kartu pra kerja bisa menjadi jawaban dengan memberikan pelatihan online, maupun offline. Namun, menurut Yudhistira di saat terjadi wabah Covid-19, program ini tidak perlu diluncurkan. Apalagi sampai harus menaikkan anggarannya hingga 100 persen, dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun untuk 5,6 juta orang.

Jika kita cermati, sebenarnya selain bantuan pelatihan peserta juga diberikan bantuan insentif kepada penerima kartu pra kerja. Namun, insentif yang jumlahnya 600.000 ribu dengan total 5,6 juta pengguna itu tentu sisanya cukup banyak apabila kita mau menghitung totalnya adalah 3,36 triliun, masih sisa sekitar 16 triliun lebih dan itu untuk pelatihan skill saja.

Jika ikut pendapat Bhima Yudhistira yang menganjurkan dana kartu pra kerja dialokasikan ke bantuan langsung tunai kepada 5,6 juta pekerja yang di PHK maka seharusnya setiap pekerja akan mendapatkan insentif sebesar 3, 5 juta.

Jadi mana yang lebih efektif bagi Anda? Bantuan langsung tunai atau bantuan keterampilan peningkatan kompetensi pekerja?

Sumber refensi: https://ekon.go.id/publikasi/4/grafikonomi

Sumber gambar : @unsplash (IG)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here