Perusahaan Anda tidak Melaksanakan Kewajiban dengan Alasan Wabah Covid-19 atau PSBB? Hati-Hati! Baca Artikel ini agar tidak Terbentur Permasalahan Hukum

1
1759
sumber gambar : https://unsplash.com/photos/EoWJc-e6Wwo
sumber gambar : https://unsplash.com/photos/EoWJc-e6Wwo

Pada saat ini serangan wabah virus Corona (Covid-19) telah menjadi momok yang sangat mengerikan bagi dunia. Bagaimana tidak, pada saat tulisan ini dibuat total kasus positif terinfeksi Covid-19 di 215 negara sudah mencapai 4.139.794 orang dan jumlah yang meninggal dunia sudah mencapai 285.328 orang. (Sumber: WHO)

Kecepatan pertumbuhan kasus Covid-19 memang sungguh mencengangkan. Pada tanggal 14 Maret 2020, hanya terdapat 2 kasus di Indonesia, dalam dua minggu kemudian naik sebanyak 45 kali lipat, yaitu menjadi 96 kasus, dan per tanggal tulisan ini dibuat sudah menembus angka 15.438 kasus positif Covid-19, dengan jumlah orang yang meregang nyawa mencapai 1.028 orang.

Menghadapi serangan wabah Covid-19 yang melanda Indonesia, Pemerintah kemudian menetapkan wabah Covid-19 sebagai bencana nasional. Penetapan status bencana nasional tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden No. 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 Sebagai Bencana Nasional (Kepres 12/2020).

Sebagai wujud upaya untuk membendung laju kecepatan penularan Covid-19 di tengah masyarakat, sejumlah Kepala Daerah kemudian mengajukan usulan kepada Kementerian Kesehatan untuk memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di daerah masing-masing. Akan tetapi, ternyata ada beberapa Kepala Daerah yang usulannya diterima dan beberapa Kepala Daerah lainnya ditolak.

Pemberlakuan PSBB tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU 6/2018) dan PP No 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease (PP 21/2020).

PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. (Pasal 1 angka 11 UU UU 6/2018)

Pelaksanaan PSBB tersebut mengakibatkan peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum (Pasal 59 Ayat 3 UU 6/2018) jo. Pasal 4 Ayat 1 PP 21/2020).

PSBB kemudian lebih diperinci di dalam Pasal 13 Ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 tahun 2020 (Permenkes 9/2020) meliputi :

a. peliburan sekolah dan tempat kerja;

b. pembatasan kegiatan keagamaan;

c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum;

d. pembatasan kegiatan sosial dan budaya;

e. pembatasan moda transportasi; dan

f. pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.

Langkah PSBB yang dipilih oleh Pemerintah untuk membendung lonjakan eksponensial kasus penularan virus berukuran sekitar 0,125 mikron ini ternyata menimbulkan problem baru bagi bisnis perusahaan, dimana banyak perusahaan dibatasi operasionalnya atau bahkan sama sekali tidak bisa beroperasi karena peliburan tempat kerja.

Walaupun ada juga sebagian perusahaan yang bisnisnya lagi booming di tengah pandemi Covid-19 ini, seperti bisnis video streaming dan internet, aplikasi video conference, vitamin dan nutrisi yang sehat, makanan antaran atau katering, marketplace online dan alat kesehatan.

Secara keseluruhan, serangan wabah Covid-19 ini ini telah menyebabkan sebagian besar bisnis ambruk tak berdaya. Perihal inilah yang menyebabkan banyak perusahaan yang tidak sanggup untuk melaksanakan kewajibannya sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.

Namun, apakah serangan wabah Covid-19 serta merta dapat dijadikan alasan bagi perusahaan untuk tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan kontrak?

Ada banyak perusahaan yang menyatakan serangan wabah Covid-19 dan pemberlakuan PSBB merupakan penyebab utama ketidakmampuannya untuk memenuhi kewajiban dalam kontrak yang telah disepakati sebelumnya. Mereka berdalih bahwa serangan wabah Covid-19 dan pemberlakuan PSBB sebagai “Keadaan Memaksa” atau disebut juga sebagai “Force Majeure.”

Force Majeure merupakan suatu pembelaan dari pihak yang tidak dapat melaksanakan kewajibannya (prestasi) sesuai kontrak, akibat perihal atau kejadian yang tidak terduga, dimana pihak tersebut tidak dapat berbuat sesuatu terhadap perihal atau kejadian yang tidak terduga tersebut.

Pihak yang mengalami Force Majeure ini dapat dibebaskan dari kewajiban untuk membayar biaya, ganti kerugian dan bunga atas dasar tidak melaksanakan kewajibannya atau ingkar janji (wanprestasi).

Penerapan Force Majeure ini sering mengacu kepada Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUH Perdata, yaitu:

Pasal 1244 :

“Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.”

Pasal 1245 :

“Tidak ada penggantian biaya, kerugian dan bunga bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.”

Sesuai dengan isi Pasal 1245 dan Pasal 1245 KUH Perdata, unsur-unsur Force Majeure sebagai berikut:

1. Adanya sesuatu peristiwa yang tidak terduga;

2. Peristiwa tersebut menghalangi untuk melaksanakan kewajiban yang telah diperjanjikan.

3. Kewajiban yang tidak dilaksanakan tersebut bukanlah akibat kesalahan pihak yang mengajukan Force Majeure.

4. Pihak yang mengajukan Force Majeure harus bertindak dengan itikad baik.

5. Pihak yang mengalami Force Majeure tersebut tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kewajibannya yang tidak dilaksanakan.

Peristiwa Force Majeure tersebut biasanya dicantumkan di dalam sebuah kontrak. Sehingga para pihak yang mengadakan kontrak tersebut akan mendapatkan kepastian hukum jika terjadi peristiwa Force Majeure tersebut.

Jika di dalam kontrak tersebut terdapat klausul Force Majeure mengenai wabah penyakit atau larangan Pemerintah, maka perusahaan dapat menjadikan wabah Covid-19 atau larangan pemerintah terkait penerapan PSBB sebagai alasan Force Majeure, dengan syarat perusahaan tersebut wajib membuktikan unsur-unsur Force Majeure yang telah disampaikan di atas.

Mari kita cermati sebuah contoh kasus berikut agar lebih mudah dipahami. Sebuah perusahaan Departemen Store (sebut saja PT. A) yang bergerak di bidang fashion mengadakan Kontrak Jasa Sablon Kaos dengan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang percetakan/sablon kaos yang berlokasi di DKI Jakarta (sebut saja PT. B).

Kontrak tersebut dibuat dan ditandatangani oleh para pihak setahun yang lalu sebelum pandemi Covid-19 menyerang Indonesia.

Pada awal April tahun ini, PT. B tersebut ternyata tidak melaksanakan kewajibannya sama sekali untuk mencetak/menyablon dan mengirim sejumlah kaos kepada PT. A, padahal PT. A ini telah melunasi seluruh pembayaran kepada PT. B untuk jasa sablon kaos tersebut.

PT. A kemudian menerbitkan sebuah surat peringatan (somasi) kepada PT. B yang berisi tuntutan kepada PT. B untuk segera mengirim sejumlah kaos yang telah disepakati dalam kontrak.

Alhasil, PT. B pun membalas surat somasi PT. A tersebut dengan menyampaikan bahwa PT. B tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk menyablon dan mengirim sejumlah kaos yang telah disepakati di dalam kontrak dengan berdalih adanya peristiwa Force Majeure, yaitu adanya serangan wabah Covid-19 dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta untuk pemberlakuan PSBB, sehingga PT. B tidak dapat beroperasi sama sekali.

PT. B juga menyampaikan bahwa kondisi yang dialaminya sesuai dengan klausul di dalam kontrak mengenai Force Majeure, yaitu adanya wabah penyakit dan peraturan pemerintah yang menghalanginya untuk melaksanakan kewajiban, sehingga PT. B tidak dapat dimintai pertanggungjawaban jika tidak memenuhi kewajibannya untuk menyablon dan mengirim sejumlah kaos yang telah disepakati sebelumnya.

Dalam kondisi seperti di atas, apakah PT. A dapat tetap memaksa atau menuntut PT. B untuk tetap melaksanakan kewajibannya?

Apakah PT. B dapat dikategorikan ingkar janji (wanprestasi) sehingga PT. B dapat dimintai pertanggungjawaban?

Ternyata peristiwa wabah Covid-19 dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta untuk memberlakukan PSBB, tidak serta merta dapat dinyatakan sebagai alasan Force Majeure. Akan tetapi, PT. B tersebut wajib membuktikan hal-hal berikut ini :

1. PT. B sama sekali tidak menduga sebelumnya akan adanya wabah Covid-19 dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta tentang penerapan PSBB.

Adanya serangan wabah Covid-19 dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta tentang pemberlakuan PSBB merupakan suatu keadaan yang sama sekali tidak diduga oleh PT. B pada saat mengadakan dan menandatangani kontrak setahun yang lalu.

Perlu dicatat apabila perusahaan mengadakan kontrak pada saat ini, dimana Covid-19 tengah melanda Indonesia dan beberapa Kepala Daerah telah menerbitkan Keputusan tentang pemberlakuan PSBB, maka wabah Covid-19 maupun adanya Keputusan Kepala Daerah tentang pemberlakuan PSBB tidak dapat dikategorikan sebagai Force Majeure, karena keadaan tersebut telah dialami dan diketahui oleh para pihak yang menandatangani kontrak.

2. Adanya Keputusan Gubernur DKI Jakarta tentang penerapan PSBB menyebabkan PT. B tidak bisa beroperasi, sehingga tidak dapat melaksanakan kewajiban yang telah diperjanjikan.

Penerapan PSBB pada setiap daerah diatur oleh Peraturan Kepala Daerah masing-masing. Dalam contoh kasus ini, PT. B berkedudukan di DKI Jakarta, maka ketentuan yang berlaku adalah Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 33 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Pergub Jakarta 33/2020).

Gubernur DKI Jakarta telah menerbitkan Pergub Jakarta 33/2020 untuk melaksanakan PSBB sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19 yang sangat cepat di ibukota negara tentu berdampak bagi banyak perusahaan, karena kegiatan perusahaan menjadi dibatasi atau bahkan sama sekali tidak bisa beroperasi.

Akan tetapi, PT. B harus tetap dapat membuktikan adanya ketentuan di dalam Pergub Jakarta 33/2020 yang mewajibkan PT. B untuk menghentikan aktivitas bekerja di tempat kerja.

Selanjutnya mari kita bedah, apakah benar dengan adanya Pergub Jakarta 33/2020 menghalangi PT. B untuk melaksanakan kewajiban yang telah diperjanjikan?

Ketentuan di dalam Pergub Jakarta 33/2020 telah membatasi aktivitas masyarakat Jakarta di luar rumah. Hal ini diatur pada Pasal 5 Ayat (2) Pergub Jakarta 33/2020:

“PSBB dilakukan dalam bentuk pembatasan aktivitas luar rumah yang dilakukan oleh setiap orang yang berdomisili dan/ atau berkegiatan di Provinsi DKI Jakarta.”

Pembatasan aktivitas tersebut di atas juga termasuk aktivitas bekerja di tempat kerja, sesuai dengan Pasal 5 Ayat (4) :

“Pembatasan aktivitas luar rumah dalam pelaksanaan PSBB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a. pelaksanaan pembelajaran di Sekolah dan/atau institusi pendidikan lainnya;

b. aktivitas bekerja di tempat kerja;

c. kegiatan keagamaan di rumah ibadah;

d. kegiatan di tempat atau fasilitas umum;

e. kegiatan sosial dan budaya; dan

f. pergerakan orang dan barang menggunakan moda transportasi.”

Ternyata bentuk pembatasan tersebut berupa penghentian sementara aktivitas bekerja di tempat kerja atau kantor, sesuai dengan Pasal 9 Ayat (1) Pergub Jakarta 33/2020 :

“Selama pemberlakuan PSBB, dilakukan penghentian sementara aktivitas bekerja di tempat kerja/kantor.”

Untuk mengetahui apakah PT. B juga diwajibkan menghentikan sementara aktivitas bekerja di tempat kerja atau kantor sesuai Pergub Jakarta 33/2020, kita perlu mencermati beberapa bidang usaha yang dikecualikan dari penghentian sementara aktivitas bekerja di tempat kerja/kantor.

Apakah bidang usaha PT. B yaitu bidang usaha percetakan/sablon termasuk dari beberapa bidang usaha yang dikecualikan dari penghentian sementara aktivitas bekerja di tempat kerja/kantor?

Untuk mengetahui jawabannya, mari kita cek ketentuan yang mengatur bidang usaha yang dikecualikan dari penghentian sementara aktivitas bekerja di tempat kerja/kantor pada Pasal 10 Ayat (1) huruf d :

“pelaku usaha yang bergerak pada sektor:

1. kesehatan;

2. bahan pangan/ makanan/ minuman;

3. energi;

4. komunikasi dan teknologi informasi;

5. keuangan;

6. logistik;

7. perhotelan;

8. konstruksi;

9. industri strategis;

10. pelayanan dasar, utilitas publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu; dan/atau

11. kebutuhan sehari-hari.”

Dari ketentuan tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa bidang usaha PT. B yaitu bidang usaha percetakan/sablon ternyata tidak termasuk di dalam beberapa bidang usaha yang dikecualikan dari penghentian sementara aktivitas bekerja di tempat kerja/kantor.

Dengan kata lain, PT. B terkena imbas dari berlakunya Pergub Jakarta 33/2020, PT. B wajib menghentikan sementara aktivitas bekerja di tempat kerja/kantor.

Akan tetapi, PT. B tidak serta merta dapat berlindung dibalik alasan Force Majeure untuk melepaskan diri dari kewajibannya untuk menyablon kaos dan mengirimkannya kepada PT. A.

Perlu diperhatikan juga adanya penghentian aktivitas bekerja di tempat kerja/kantor tidak serta merta menyebabkan operasional atau aktivitas bekerja berhenti total, akan tetapi digantikan dengan aktivitas bekerja di rumah/tempat tinggal sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Ayat (2) :

“Selama penghentian sementara aktivitas bekerja di tempat kerja/kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengganti aktivitas bekerja di tempat kerja dengan aktivitas bekerja di rumah/tempat tinggal.”

Selain itu, untuk menjaga agar perekonomian ibukota negara tidak berhenti total, Gubernur Jakarta juga mewajibkan setiap pimpinan perusahaan untuk menjaga aktivitas usaha tetap berjalan secara terbatas dan menjaga produktivitas/kinerja pekerja, sesuai dengan Pasal 9 Ayat (3) huruf a dan b :

“Pimpinan tempat kerja yang melakukan penghentian sementara aktivitas bekerja di tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib:

1. menjaga agar pelayanan yang diberikan dan/atau aktivitas usaha tetap berjalan secara terbatas;

2. menjaga produktivitas/kinerja pekerja;”

Dalam hal ini, PT. B wajib membuktikan bahwa seluruh kegiatan usaha percetakan kaos/sablon tidak dapat dilakukan di rumah, misalnya: peralatan kerja atau bahan-bahan percetakan yang dipergunakan tidak dapat dipindahkan ke rumah, dalam aktivitas penyablonan tidak dapat dilakukan hanya dengan seorang pekerja, tetapi membutuhkan beberapa orang perkerja yang bekerja secara kolektif, dan lain-lain.

Apabila ternyata aktivitas penyablonan dapat dilakukan oleh setiap pekerja di rumah masing-masing, maka PT. B tidak dapat menggunakan pernyataan Force Majeure sebagai alasan melepaskan diri dari kewajibannya untuk menyablon dan mengirim sejumlah kaos kepada PT. A sesuai dengan kesepakatan di dalam kontrak.

Sehingga PT. B dapat dikategorikan ingkar janji (wanprestasi) dan mempunyai resiko hukum digugat oleh PT. A untuk membayar sejumlah biaya, ganti kerugian dan bahkan bunga.

3. PT. B tidak melaksanakan kewajibannya bukan karena kesalahannya.

PT. B harus membuktikan bahwa PT. B benar-benar tidak mempunyai cara atau pilihan lain untuk melakukan aktivitas penyablonan kaos, misalnya : PT. B hanya mempunyai satu tempat produksi untuk aktivitas penyablonan, atau PT. B tidak sanggup untuk memindahkan tempat produksinya ke daerah lain yang tidak memberlakukan PSBB, sehingga secara otomatis seluruh kegiatan produksi PT. B harus berhenti.

Jika kondisi tersebut di atas terjadi, maka PT. B benar-benar tidak punya cara atau pilihan lain untuk memenuhi kewajibannya. PT. B tidak memenuhi kewajibannya untuk menyablon dan mengirim sejumlah kaos kepada PT. A bukan karena kesalahannya, akan tetapi karena terganjal oleh Pergub Jakarta 33/2020 yang mewajibkan untuk menghentikan sementara aktivitas bekerja di tempat kerja.

Lain halnya kalau PT. B ternyata mempunyai tempat produksi lain di daerah yang tidak memberlakukan PSBB, maka PT. B mempunyai cara atau pilihan lain untuk memenuhi kewajibannya, yaitu dengan mengerahkan segala upaya untuk memindahkan aktivitas produksinya ke tempat lain yang tidak memberlakukan PSBB tersebut.

Sehingga PT. B sangat sulit untuk menggunakan pernyataan Force Majeure sebagai alasan melepaskan diri dari kewajibannya untuk menyablon dan mengirim sejumlah kaos kepada PT. A sesuai dengan kesepakatan di dalam kontrak.

4. PT. B telah bertindak dengan itikad baik.

PT. B harus membuktikan bahwa tidak terlaksananya kewajiban PT. B tersebut bukan karena unsur kesengajaan atau karena akal-akalan, serta bukan untuk tujuan menguntungkan diri sendiri, tetapi murni karena terdampak wabah Covid-19 dan Pergub Jakarta 33/2020 yang memberlakukan PSBB di DKI Jakarta.

Selain itu, PT. B juga harus membuktikan telah berusaha semaksimal mungkin dengan kejujuran dan transparansi, dan telah menyampaikan kemajuan proses produksi percetakan/sablon kaos kepada PT. A, serta mempunyai perencanaan terukur untuk memenuhi kewajibannya dan meminimalisir kerugian yang mungkin dapat diderita oleh PT. A.

Dengan demikian, maka PT. B dapat dianggap telah bertindak dengan itikad baik.

Apabila PT. B dapat membuktikan unsur-unsur Force Majeure tersebut di atas, maka PT. B dapat dibebaskan dari kewajiban untuk membayar biaya, ganti kerugian dan bunga akibat tidak terpenuhinya kewajiban kontraktual PT. B.

Sampai disini, kita dapat menarik benang merah bahwa untuk memenuhi suatu peristiwa Keadaan memaksa atau Force Majeure dalam suatu hubungan kontraktual diperlukan pengujian pemenuhan unsur-unsur Force Majeure.

Jadi, adanya serangan wabah Covid-19 dan Peraturan Kepala Daerah tidak secara otomatis dikategorikan sebagai Force Majeure.

Perusahaan tidak bisa secara sembrono berdalih bahwa kewajibannya tidak bisa dilaksanakan karena adanya serangan wabah Covid-19 dan Peraturan Kepala Daerah yang memberlakukan PSBB, peristiwa Force Majeure ini harus diuji terlebih dahulu.

Jika tidak memenuhi unsur-unsur Force Majeure maka perusahaan dapat digugat karena ingkar janji atau wanprestasi.

Semoga bermanfaat
Terima kasih

Oleh : Rully, S.H.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here